SANG PENCERAH
Seting waktu dalam film ini
adalah antara tahun 1867 -1912 di Daerah Istimewa Yogyakarta. film ini
menceritakan tentang Darwis muda (Ihsan Taroreh) mengubah namanya menjadi
Ahmad Dahlan. Seorang pemuda usia 21 tahun yang gelisah atas pelaksanaan
syariat Islam yang melenceng ke arah Bid’ah /sesat yang kita kenal sebagai
“Islam kejawen”.
Dalam pembukaan film ini terdapat tradisi yang sangat mencerminkan kebudayaan di indonesia yakni dengan adanya upacara adat Tedhak Siten untuk bayi yang baru lahir. Secara etimologis, tedhak siten berasal dari kata ‘tedhak’ dan ‘siten’. Tedak berarti kaki atau langkah, sedangkan siten berasal dari kata dasar siti yang artinya tanah. Jadi tedhak siten adalah upacara adat yang diperuntukkan bagi bayi yang berusia 7 lapan (7 x 35 hari) atau 245 hari. Pada usia itu, si anak mulai menapakkan kakinya untuk pertama kali di tanah. Oleh orang tuanya diajari atau dituntun menggunakan kakinya untuk belajar berjalan. Ritual ini menggambarkan kesiapan seorang anak untuk menghadapi kehidupannya.
Tahapan
Pelaksanaan
Ada beberapa
urutan dalam pelaksanaan upacara tedhak siten. Pertama-tama orang tua menuntun
anak agar berjalan di atas jadah sebanyak tujuh buah. Jadah tadi memiliki
beragam warna yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, merah muda, dan ungu. Di
daerah lain ada juga yang menggunakan bubur tujuh warna sebagai pengganti jadah
7 warna. Yang kedua adalah, si anak
dituntun untuk menaiki dan menuruni tangga. Tangga dibuat dari batang tebu
rejuna atau Arjuna. Langkah berikutnya adalah si anak dimasukkan ke dalam
sangkar atau kurungan ayam. Di dalam kurungan terdapat berbagai benda seperti
perhiasan, alat tulis, beras, mainan, padi, kapas, dan berbagai benda lainnya. Acara
yang keempat yaitu menyebarkan udhik-udhik. Udhik-udhik adalah uang logam yang
dicampur dengan beras kuning. Ibu si anak menaburkan udhik-udhik tadi ke tanah,
lalu jadi rebutan anak-anak kecil. Prosesi tedhak siten yang terakhir adalah si
anak dimandikan dengan air yang dicampur dengan sekar setaman. Kemudian si anak
mengenakan baju yang baru.
Selain itu pakaian para pemain dalam film ini sangat mencerminkan kebudayaan adat jawa yaitu dengan memakai blangkon sebagai penutup kepala dan baju adat jawa dan juga batik sebagai bawahan nya.